Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat


Banyak cara untuk menentukan kadar senyawa yang terkandung dalam suatu bahan. Salah satunya adalah melalui proses titrasi. Titrasi merupakan salah satu metode untuk menentukan konsentrasi suatu larutan dengan cara mereaksikan sejumlah volume larutan terhadap sejumlah volume larutan lain yang konsentrasinya telah diketahui. Titrasi yang melibatkan reaksi asam dan basa disebut titrasi asam basa (Muchtaridi, 2006). 
Titrasi asam basa sering disebut juga dengan titrasi netralisasi. Dalam titrasi ini, kita dapat menggunakan larutan standar asam dan larutan standar basa. Pada prinsipnya, reaksi yang terjadi adalah reaksi netralisasi yaitu :
H+   +   OH-   ⇄   H2O
Reaksi netralisasi terjadi antara ion hidrogen sebagai asam dengan ion hidroksida sebagai basa dan membentuk air yang bersifat netral. Berdasarkan konsep lain reaksi netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa).
Larutan standar asam digunakan dalam proses analisis sampel yang bersifat basa (metode asidimetri). Sebaliknya, untuk menentukan sampel yang bersifat asam, maka digunakan larutan standar basa (metode alkalimetri). Dalam titrasi asidi – alkalimetri sangat diperlukan ketelitian dalam mengamati perubahan pH larutan, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya kesalahan titrasi.
Kesalahan titrasi merupakan kesalahan yang terjadi bila titik akhir titrasi tidak tepat sama dgn titik ekivalen (≤ 0,1%). Keadaan ini disebabkan karena kelebihan titran, indikator bereaksi dgn analit, atau indikator bereaksi dgn titran. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan titrasi larutan blanko. Larutan blanko larutan yg terdiri atas semua pereaksi kecuali analit. Untuk mengetahui titik ekivalen secara eksperimen biasanya dibuat kurva titrasi yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara –log [H + ] atau –log [X- ] atau –log [Ag+ ] atau E (volt) terhadap volum (Haryadi, 1990).
Aplikasi titrasi asam basa memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai contoh, dalam bidang farmasi digunakan dalam menentukan kadar suatu obat dengan teliti, seperti aspirin dan antasid. Dalam bidang industri digunakan dalam menentukan bilangan penyabunan  untuk mengetahui kualitas suatu lemak atau minyak, penentuan kadar pengawet dalam produk makanan, penentuan kadar vitamin C, dan lain sebagainya.
Prinsip reaksi asam basa dalam bidang pertanian juga dapat digunakan untuk  mengukur kadar kesuburan tanah. Semakin asam tanah tersebut, semakin berkurang kesuburannya. Tanah yang bersifat asam dikenal dengan istilah tanah masam. Tanah yang bersifat asam dapat disuburkan kembali dengan cara menaburkan kapur dolomite yang mengandung CaCO3 dan MgCO3 ke dalam tanah. CaCO3 akan bereaksi dengan air di dalam tanah hingga membentuk Ca(OH)2. Adapun MgCO3 akan bereaksi dengan air di dalam tanah sehingga membentuk Mg(OH)2. Ca(OH)2 dan Mg(OH)2 merupakan senyawa basa yang dapat menetralkan sifat asam pada tanah.
Kesuburan tanah juga berkaitan dengan sifat kebasaan. Seperti halnya tanah masam, tanah yang terlalu basa akan mengganggu pertumbuhan tanaman bahkan dapat membuat tanaman keracunan. Tanah yang bersifat basa dapat dinetralkan dengan penambahan belerang atau bahan organik yang memiliki tingkat keasaman tinggi. Pemberian belerang yang bersifat asam akan menetralkan sifat basa dari tanah.
Titrasi asam basa, secara umum dapat dikelompokan menjadi (a) titrasi asam kuat dengan basa kuat, (b) titrasi asam lemah dengan basa kuat, dan (c) titrasi asam kuat dengan basa lemah, dan (d) titrasi campuran asam atau basa dengan kekuatan berbeda. 

Dalam tirasi asam kuat dengan basa kuat, perubahan pH terjadi secara tiba-tiba pada titik ekivalen. Penambahan sedikit pentiter dapat mengubah pH larutan sehingga beberapa jenis indikator  yang mempunyai skala transisi pada titik ekivalen dapat dipergunakan, seperti fenol ftalein, metil merah dan lain sebagainya (tabel 2.1). Titrasi asam – basa umumnya dilakukan pada konsentrasi pentiter sekitar 0,1 – 0,5 M atau pada keadaan tertentu konsentrasi asam atau basa dapat diencerkan hingga 0,01 M. Titrasi menggunakan larutan sangat encer sebaiknya dihindari, kecuali menggunakan peralatan titrasi modern yang dapat melakukan titrasi secara otomatis dan sekaligus memanipulasi data sehingga pengukuran lebih cepat dan akurat.

Sebagai contoh yaitu titrasi antara 50 mL larutan Asam bromida (HBr) 0,02 M dengan larutan Kalium hidroksida (KOH) 0,10 M menurut persamaan reaksi :
Konstanta kesetimbangan untuk reaksi diatas adalah 1/kw = 1x1014 dimana setiap penambahan volume KOH akan dikonsumsi oleh HBr hingga tercapai titik ekivalen. Dengan kata lain, setiap penambahan OH- akan bereaksi secara stoikiometri dengan ion H+ hingga diperoleh volume ekivalen (Ve). Volume ekivalen merupakan banyaknya volume KOH yang dibutuhkan untuk tepat bereaksi secara stoikiometri dengan HBt dalam mencapai titik ekivalen :
(Ve (ml) (0,10 M)           =            ( 50,0 ml ) (0,020 M )  ð  Ve = 10 ml
mmol  KOH  pada titik ekivalen                      mmo1 HBr yang dititrasi

Dalam hal ini diperoleh Ve = 10 ml. Pada saat 10 ml volume KOH ditambahkan untuk mentitrasi HBr maka titik akhir titrasi akan tercapai sehingga pada saat mendekati titik akhir titrasi masih ada  H+ yang belum bereaksi. Sebaliknya, setelah titik ekivalen tercapai akan dijumpai OH- yang berlebih. Data volume titrasi 50 ml 0,02 M HBr disajikan pada tabel  3.1. Dalam kurva titrasi basa kuat dengan asam kuat, terdapat tiga bagian yang diperlukan dalam perhitungan, yaitu :
  1. Sebelum titik ekivalen tercapai, pH larutan ditentukan oleh ion H+ berlebih yang terdapat di dalam larutan
  2. Pada saat titik ekivalen tercapai, OH- yang terdapat di dalam larutan cukup untuk bereaksi dengan H+ menghasilkan H2O dan pH  larutan ditentukan oleh disosiasi air.
  3. Setelah tercapai titik ekivalen reaksi,  pH larutan ditentukan oleh ion OH- yang berlebih di dalam larutan. 
Bagian 1, sebelum titik ekivalen tercapai. Data pada tabel 3.1 adalah data pengamatan dan perhitungan untuk titrasi 50 ml 0,02M HBr yang dititrasi dengan 0,10 M KOH. Sebagai contoh, pada saat penambahan 3 ml KOH (bagian 1), menunjukkan bahwa    bagian dari reaksi telah selesai, tetapi masih terdapat    bagian lagi larutan H+ yang tersisa di dalam larutan untuk mencapai titik ekivalen. Konsentrasi OH-  di dalam larutan dengan penambahan 3 ml KOH dihitung sebagai berikut:

Bagian 2, saat titik akhir titrasi tercapai. Data pada bagian 2 menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen yang secara stoikiometri,  konsentrasi OHtepat bereaksi dengan H+. Dalam hal ini terbentuk KBr yang larut di dalam air, sehingga pH larutan  ditentukan oleh disosiasi air.


Bagian 3, setelah titik akhir titrasi. Penambahan KOH setelah tercapainya titik ekivalen akan mengubah pH larutan cenderung bersifat basa. Sebagai contoh, untuk penambahan OH- sebanyak 10,50 ml pada bagian 3, maka konsentrasi OH- dan pH larutan dapat dihitung sebagai berikut :



Secara keseluruhan data dan hasil perhitungan untuk titrasi 50 mL larutan KOH 0,02 M  dengan larutan KBr 0,01 M dirangkum pada tabel berikut.
Tabel Data Perhitungan konsentrasi dan pH untuk titrasi larutan HBr 50 ml 0,02 M  dengan 0,10 M KOH. 
Selanjutnya dari data diatas, diplot grafik antara volume vs pH hingga diperoleh sebuah kurva titrasi asam basa seperti diperlihatkan pada gambar berikut.
Gambar Kurva titrasi asam kuat dengan basa kuat



Dalam Mengerjakan Tugas Proyek Di atas, Download LEMBAR KERJA TUGAS PROYEK 3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Titrasi Asam Lemah Dengan Basa Kuat

Titrasi Asam Kuat Dengan Basa Lemah